Allahtelah memuliakannya dengan Islam dan dia telah memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah Saw. hingga beliau menyebutnya sebagai ahlul bait," ucap Abu Darda dengan penuh wibawa. "Saya datang ke sini mewakili saudara saya Salman al-Farisi untuk melamar putri Anda" .
Home Hikmah Senin, 10 Agustus 2020 - 2011 WIBloading... Salman Al-Farisi RA dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang Khandaq. Foto Ilustrasi/Ist A A A Salman Al-Farisi سلمان الفارسي radhiyallahu 'anhu RA, seorang sahabat Nabi bekebangsaan Persia. Di kalangan sahabat lainnya beliau dipanggil dengan nama Abu Abdullah. Salman Al-Farisi juga dikenal sebagai pahlawan berkat idenya membuat parit dalam upaya melindungi Kota Madinah dalam perang sahabat Nabi yang mulia, Salman Al-Farisi ternyata memiliki karomah yang merupakan anugerah dari Allah Ta'ala. Salah satu karamah Salman dikemukakan dalam Kitab Hujjatullah 'ala Al-Alamin dan juga dikemukakan oleh Syeikh Abdul Majid Al-Khan Al-Dimasyqi dalam Kitabnya Al-Hadaiq Al- Wardiyyah fi Ajla'i Al-Thariqah al-Naqsyabandiyyah. Baca Juga Suatu hari Salman RA keluar dari Madain bersama seorang tamu. Tiba-tiba ada sekawanan kijang berjalan di padang pasir dan burung-burung beterbangan di angkasa. Salman kemudian berkata, "Kemarilah wahai burung dan kijang, karena aku kedatangan seorang tamu yang sangat ingin aku muliakan. Maka datanglah seekor burung dan kijang kepadanya. Tamu itu berkata "Subhanallah" Maha Suci Allah.Lalu Salman berkata kepadanya, "Apakah engkau heran melihat seorang hamba yang taat kepada Allah, tetapi ia didurhakai oleh sesuatu?" Kisah lain diceritakan ketika Harits bin Amir melakukan perjalanan sampai di Madain. Ia bertemu seorang laki-laki berpakaian lusuh membawa kulit yang disamak berwarna merah yang digunakan dalam pertempuran. Laki-laki itu menoleh ke arah Harits, lalu berkata "Tetaplah di tempatmu, ya Abdullah!" Harits bertanya kepada orang di sampingnya, "Siapa orang ini?" Jawabnya, "Salman". Baca Juga Lalu Salman masuk ke dalam rumahnya, dan mengenakan baju putih. la menyambut Harits meraih tangannya, dan menyalaminya. Harits lalu berkata, "Ya Abu Abdullah Salman Al-Farisi , engkau belum pernah bertemu denganku sebelumnya, dan aku juga belum pernah bertemu denganmu. Engkau tidak mengenalku, begitu juga aku tidak mengenalmu". Salman menjawab "Ya, demi Zat yang menguasai jiwaku. Ruhku telah mengenal ruhmu ketika aku bertemu denganmu. Bukankah engkau Harits bin Amir?" Harits menjawab "Ya." Salman menegaskan, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda "Ruh-ruh itu laksana tentara yang berperang. Tentara yang dikenal adalah kawan dan yang tak dikenal adalah lawan". Diriwayatkan oleh Syeikh Abdul Majid dari Abu Na'imSelain itu, Qais menceritakan bahwa ketika Salman dan Abu Darda' RA sedang makan dalam piring besar tiba-tiba makanan di atas piring itu bertasbih mengucap "Subhanallah" Maha Suci Allah. Demikian kisah karomah sahabat Salman Al-Farisi RA . Inilah keistimewaan para sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Semoga Allah meridhai mereka. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs karamah kisah salman alfarisi sahabat nabi kisah sahabat nabi salman alfarisi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 21 menit yang lalu 53 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu

KisahCinta Salman Al-Farisi dan Istrinya . Salman al-Farisi - Salman al-Farisi merupakan sahabat Nabi Muhammad Saw, yang populer berkat idenya untuk menggali parit di saat perang Khandaq. Salman juga salah satu dari sekian sahabat Nabi Saw, yang tidak gila dunia (zuhud). Meski dia menjadi Amir di Madain dengan gaji 5.000

ilustrasi suami istri harmonis © annamis photography ilustrasi suami istri harmonis © annamis photography Sengaja, kata mengharmoniskan’ di sini memakai tanda petik. Sebab, maksudnya bukan berarti rumah tangga sahabat tidak harmonis atau ada percekcokan/perselisihan. Melainkan, kehidupan asmara di rumah tangga sahabat tersebut kurang bergairah.’ Kisah ini bermula saat Salman Al Farisi berkunjung ke rumah Abu Darda’. Seperti diketahui, Salman Al Farisi dan Abu Darda’ dipersaudarakan oleh Rasulullah pada awal hijrah. Telah beberapa lama Salman tidak mengunjungi saudaranya itu. Dan kali ini, saat ia berada di rumahnya, ia melihat Ummu Darda’ mengenakan pakaian yang lusuh. Penampilannya tidak sedap dipandang. “Mengapa engkau tidak berhias?” tanya Salman yang merasa aneh dengan dengan penampilan istri Abu Darda’ itu. “Saudaramu, Abu Darda’, sudah tidak butuh pada dunia,” jawab Ummu Darda’. Jawaban itu singkat, namun bagi seorang yang cerdas sekelas Salman yang terkenal dengan ide strategi Khandaq sewaktu Madinah diserang pasukan Ahzab, kalimat itu cukup bisa dimengerti. Bahwa Abu Darda’ sangat serius beribadah. Bahwa Abu Darda’ menghabiskan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hingga ia tak lagi mengurus penampilannya. Dan ia juga kurang memberikan perhatian dan memenuhi hak batin istrinya. Beberapa saat kemudian, datang Abu Darda’. Dua sahabat yang luar biasa ini pun berjumpa. Sebagai bentuk penghormatan kepada tamu sebagaimana sabda Nabi “man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyukrim dhaifahu” barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tamunya, keluarga Abu Darda’ pun menghidangkan makanan untuk Salman. “Makanlah wahai Salman. Maaf, aku sedang puasa,” kata Abu Darda’. “Aku tidak akan makan jika engkau tidak makan,” jawab Salman, tegas. Abu Darda’ pun luluh. Ia membatalkan puasa sunnahnya. Mereka pun makan berdua. Malamnya, Salman menginap di rumah Abu Darda. Ketika dilihatnya Abu Darda bangun hendak shalat malam, Salman menyuruhnya tidur lagi. “Tidurlah dulu,” kata Salman. Saat malam mendekati akhir, barulah Salman memberitahukan Abu Darda’ untuk shalat malam. Sebelum pulang, Salman berpesan kepada Abu Darda’ “Sesungguhnya, bagi Rab-mu ada hak, dan atas badanmu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka, tunaikanlah hak masing-masing.” Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah, beliau bersabda, “Salman benar.” Demikianlah teladan mulia dari generasi paling mulia, generasi sahabat radhiyallahu anhum. Mereka saling mengingatkan, agar hidup istiqamah di bawah naungan Al Qur’an dan Sunnah. Sekaligus hidup seimbang sesuai pedoman keduanya. Jika dengan alasan ibadah saja kita tidak boleh melupakan hak-hak istri, bagaimana dengan orang-orang yang melupakan hak-hak istrinya karena alasan kerja dan mengejar karir? Padahal ekonominya sudah mapan dan pekerjaan itu sejatinya bisa didelegasikan. Bagaimana pula orang-orang yang sering tak bisa bertemu anaknya karena gila kerja’ dan mengejar jabatan? Saat ia pulang anak-anaknya telah tidur dan saat ia berangkat anak-anaknya belum bangun. Tidak sedikit keluarga yang mengalami masalah, sebenarnya bukan karena persoalan ekonomi. Melainkan karena kurangnya kebersamaan. Kurangnya waktu bertemu dan bermesraan. Kurangnya pehatian. Akhirnya sering terjadi miskomunikasi, sering terjadi kesalahpahaman. Hal kecil menjadi masalah besar. [Tim Redaksi
AbuDarda malu kepada Salman Al-Farisi karena merasa menikung teman sendiri. Salman Al-Farisi malu kepada Abu Darda karena itu bukan takdir. Kisah Salman Al-Farisi dan Abu Darda, Dua Sahabat yang Saling Malu karena Melamar Perempuan yang Sama. Joko W - 20 Juni 2022, 07:08 WIB
Dari Abdullah bin Abbas Radhiallaahu anhu berkata, “Salman al-Farisi menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Dia berkata, Aku seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. Karena sangat sayangnya aku tidak diperbolehkan keluar rumahnya, aku diminta senantiasa berada di samping perapian, aku seperti seorang budak saja. Aku dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi, sehingga aku sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam. Ayahku memiliki tanah perahan yang luas. Pada suatu hari beliau sibuk mengurus bangunan. Beliau berkata kepadaku, Wahai anakku, hari ini aku sibuk di bangunan, aku tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau pergi ke sana!’ Beliau menyuruhku melakukan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku keluar menuju tanah ayahku. Dalam perjalanan aku melewati salah satu gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka yang sedang sembahyang. Aku sendiri tidak mengerti mengapa ayahku mengharuskan aku tinggal di dalam rumah saja melarang aku keluar rumah. Tatkala aku melewati gereja mereka, dan aku mendengar suara mereka sedang shalat maka aku masuk ke dalam gereja itu untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan? Begitu aku melihat mereka, aku kagum dengan shalat mereka, dan aku ingin mengetahui peribadatan mereka. Aku berkata dalam hati, Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kita anut selama ini.’ Demi Allah, aku tidak beranjak dari mereka sampai matahari terbenam. Aku tidak jadi pergi ke tanah milik ayahku. Aku bertanya kepada mereka, Dari mana asal usul agama ini?’ Mereka menjawab, Dari Syam Syiria.’ Kemudian aku pulang ke rumah ayahku. Padahal ayahku telah mengutus seseorang untuk mencariku. Sementara aku tidak mengerjakan tugas dari ayahku sama sekali. Maka ketika aku telah bertemu ayahku, beliau bertanya, Anakku, ke mana saja kamu pergi? Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang aku perintahkan itu?’ Aku menjawab, Ayah, aku lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam.’ Ayahku menjawab, Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu.’ Aku membantah, Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita.’ Kemudian ayahku khawatir dengan diriku, sehingga beliau merantai kakiku, dan aku dipenjara di dalam rumahnya. Suatu hari ada serombongan orang dari agama Nasrani diutus menemuiku, maka aku sampaikan kepada mereka, Jika ada rombongan dari Syiria terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya aku diberitahu.’ Aku juga meminta agar apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negrinya, memberiku izin bisa menemui mereka. Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka memberitahu kepadaku. Kemudian rantai besi yang mengikat kakiku aku lepas, lantas aku pergi bersama mereka sehingga aku tiba di Syiria. Sesampainya aku di Syiria, aku bertanya, Siapakah orang yang ahli agama di sini?’ Mereka menjawab, Uskup pendeta yang tinggal di gereja.’ Kemudian aku menemuinya. Kemudian aku berkata kepada pendeta itu, Aku sangat mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di gerejamu, agar aku dapat belajar denganmu dan sembahyang bersama-sama kamu.’ Pendeta itu menjawab, Silahkan.’ Maka akupun tinggal bersamanya. Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak. Aku sangat benci perbuatan pendeta itu. Kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu aku sampaikan kepada khalayak, Sebenarnya, pendeta ini adalah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’ Mereka pun mempertanyakan apa yang aku sampaikan, Apa buktinya bahwa kamu mengetahui akan hal itu?’ Aku menjawab, Marilah aku tunjukkan kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan tersebut kepada kami.’ Lalu Aku memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu. Kemudian mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya. Aku tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu bukan seorang muslim yang lebih bagus dari dia, dia sangat zuhud, sangat mencintai akhirat, dan selalu beribadah siang malam. Maka aku pun sangat mencintainya dengan cinta yang tidak pernah aku berikan kepada selainnya. Aku tinggal bersamanya beberapa waktu. Kemudian ketika kematiannya menjelang, aku berkata kepadanya, Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu lihat, telah menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul kota di Irak, yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!’ Lalu tatkala ia telah wafat, aku berangkat untuk menemui seseorang di Mosul. Aku berkata, Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau memiliki keyakinan sebagaimana dia.’ Kemudian orang yang kutemui itu berkata, Silahkan tinggal bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Aku dapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan Si Fulan kepadaku. Namun ia pun dihampiri kematian. Dan ketika kematian menjelang, aku bertanya kepadanya, Wahai Fulan, ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini taqdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang seperti aku kecuali seorang di Nashibin kota di Aljazair, yakni Fulan. Temuilah ia!’ Maka setelah beliau wafat, aku menemui seseorang yang di Nashibin itu. Setelah aku bertemu dengannya, aku menceritakan keadaanku dan apa yang di perintahkan si Fulan kepadaku. Orang itu berkata, Silahkan tinggal bersamaku.’ Sekarang aku mulai hidup bersamanya. Aku dapati ia benar-benar seperti si Fulan yang aku pernah hidup bersamanya. Aku tinggal bersama seseorang yang sangat baik. Namun, kematian hampir datang menjemputnya. Dan di ambang kematiannya aku berkata, Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewasiatkan aku kepadamu? Sepeninggalmu nanti, kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria kota di Romawi. Orang itu menganut keyakinan sebagaimana yang kita anut, jika kamu berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.’ Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, aku pergi menuju Amuria. Aku menceritakan perihal keadaanku kepadanya. Dia berkata, Silahkan tinggal bersamaku.’ Akupun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan. Di tempat orang itu, aku bekerja, sehingga aku memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Kemudian taqdir Allah pun berlaku untuknya. Ketika itu aku berkata, Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama si Fulan, kemudian dia mewasiatkan aku untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan aku agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku untuk menemuimu, sekarang kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan?dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’ Orang itu berkata, Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana!’ Kemudian orang inipun meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, aku masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Pada suatu hari, lewat di hadapanku serombongan orang dari Kalb, mereka adalah pedagang. Aku berkata kepada para pedagang itu, Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka menjawab, Ya.’ Lalu aku memberikan ternakku kepada mereka. Mereka membawaku, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzha-limiku, dengan menjualku sebagai budak ke tangan seorang Yahudi. Kini aku tinggal di tempat seorang Yahudi. Aku melihat pohon-pohon kurma, aku berharap, mudah-mudahan ini daerah sebagaimana yang disebutkan si Fulan kepadaku. Aku tidak biasa hidup bebas. Ketika aku berada di samping orang Yahudi itu, keponakannya datang dari Madinah dari Bani Quraidzah. Ia membeliku darinya. Kemudian membawaku ke Madinah. Begitu aku tiba di Madinah aku segera tahu berdasarkan apa yang disebutkan si Fulan kepadaku. Sekarang aku tinggal di Madinah. Allah mengutus seorang RasulNya, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama, yang aku sendiri tidak pernah mendengar ceritanya karena kesibukanku sebagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika aku berada di puncak pohon kurma majikanku karena aku bekerja di perkebunan, sementara majikanku duduk, tiba-tiba salah seorang keponakannya datang menghampiri, kemudian berkata, Fulan, Celakalah Bani Qailah suku Aus dan Khazraj. Mereka kini sedang berkumpul di Quba’ menyambut seseorang yang datang dari Makkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi.’ Tatkala aku mendengar pembicaraannya, aku gemetar sehingga aku khawatir jatuh menimpa majikanku. Kemudian aku turun dari pohon, dan bertanya kepada keponakan majikanku, Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?’ Majikanku sangat marah, dia memukulku dengan pukulan keras. Kemudian berkata, Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu.’ Aku menjawab, Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan. Padahal sebenarnya saya telah memiliki beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang nabi itu.’ Pada sore hari, aku mengambil sejumlah bekal kemudian aku menuju Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berada di Quba, lalu aku menemui beliau. Aku berkata, Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang shalih, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain.’ Aku pun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, Silahkan kalian makan, sementara beliau tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya. Aku berkata, Ini satu tanda kenabiannya.’ Aku pulang meninggalkan beliau untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun berpindah ke Madinah. Kemudian pada suatu hari, aku mendatangi beliau sambil berkata, Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepada engkau.’ Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pemberianku dan memerintahkan para sahabat untuk memakannya, mereka pun makan hadiahku itu. Aku berkata dalam hati, Inilah tanda kenabian yang kedua.’ Selanjutnya aku menemui beliau Shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berada di kuburan Baqi’ al-Gharqad, beliau sedang mengantarkan jenazah salah seorang sahabat, beliau mengenakan dua lembar kain, ketika itu beliau sedang duduk di antara para sahabat, aku mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian aku berputar memperhatikan punggung beliau, adakah aku akan melihat cincin yang disebutkan Si Fulan kepadaku. Pada saat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melihatku sedang memperhatikan beliau, beliau mengetahui bahwa aku sedang mencari kejelasan tentang sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawanku. Kemudian beliau melepas kain selendang beliau dari punggung, aku berhasil melihat tanda cincin kenabian dan aku yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Maka aku telungkup di hadapan beliau dan memeluknya seraya menangis. Rasulullah bersabda kepadaku, Geserlah kemari,’ maka akupun bergeser dan menceritakan perihal keadaanku sebagaimana yang aku ceritakan kepadamu ini wahai Ibnu Abbas. Kemudian para sahabat takjub kepada Rasulullah shallallohu alaihi wasallam ketika mendengar cerita perjalanan hidupku itu.” Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. “Rasulullah shallallohu alaihi wasallam suatu hari bersabda kepadaku, Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!’ Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam mengumpulkan para sahabat dan bersabda, Berilah bantuan kepada saudara kalian ini.’ Mereka pun membantuku dengan memberi pohon tunas kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon. Setelah terkumpul Rasulullah bersabda kepadaku, Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku.’ Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam dan memberitahukan perihalku. Kemudian Rasulullah shallallohu alaihi wasallam keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon tunas kurma itu kepada beliau dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka, demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati. Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, aku masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas beliau bersabda, Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?’ Kemudian aku dipanggil beliau, lalu beliau bersabda, Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!’ Wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam, bagaimana status emas ini bagiku? Rasulullah menjawab, Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan. Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.” [1] PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK Di antara hasil/buah mentaati kedua orang tua adalah dicintai orang. Masuk penjara, cekal, rantai adalah cara musuh Islam menghalangi kaum muslimin dalam menegakkan agama Allah. Jika gigih memperjuangkan keimanan maka urusan dunia terasa ringan. Berpegang pada keimanan lebih kokoh dari seluruh rayuan. Hendaknya seorang mukmin senantiasa siap mental menghadapi segala kemungkinan. Terkadang orang-orang jahat mengenakan pakaian/menampakkan diri sebagai orang baik-baik. Jalan mencapai ilmu tidak bisa ditempuh melainkan dengan senantiasa dekat dengan orang yang berilmu. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah memberikan jalan keluar dari problematika hidupnya. Takaran keimanan seseorang adalah mencintai dan membenci karena Allah. Di antara akhlak terpuji para nabi adalah mau mendengarkan seseorang yang sedang berbicara dengan baik. Seorang pemimpin hendaknya senantiasa memantau kondisi bawahannya. Diperbolehkan membeli budak dari tawanan perang, menghadiahkan dan memerdekakannya. Saling tolong menolong adalah gambaran dari wujud hidup bermasyarakat. ________________ [1] HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir 6/222; Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat, 4/75; al-Baihaqi dalam al-Kubra, 10/323. [Sumber Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, edisi bahasa Indonesia “61 KISAH PENGANTAR TIDUR Diriwayatkan Secara Shahih dari Rasulullah dan Para Sahabat”, pent. Pustaka Darul Haq, Jakarta] KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28

1 KEMISKINAN. Aku mencintai kemiskinan kerana (menimbulkan) rasa tawadhu kepada Rabb-ku, 2. SAKIT. 3. KEMATIAN. Aku mencintai sakit kerana (merupakan) penghapus kesalahan dan dosaku. Kesimpulannya, Abu Darda merupakan seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat hebat orangnya, sanggup meninggalkan perdagangan dan kekayaan hanya untuk

403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID qLBVup6qx1OLGBZrc_Eb_SO_-ZFUms1tlmiKAskVg6oiX8PDN0JiuQ==
Kisahperjalanan Salman al-Farisi sangat menarik untuk disimak, menyimpan banyak pelajaran berharga bagaimana seharusnya sikap seseorang yang menuntut ilmu, seseorang yang mencari kebenaran. Karena kesungguhan dan kebulatan tekatnya, serta keikhlasannya dalam mencari al-Haq, Allah memudahkan baginya petunjuk, sehingga dapat berkumpul bersama
Kisah tentang sahabat rasul memang banyak menyimpan ibrah dan teladan. Termasuk sepenggal episode kisah dua orang sahabat rasul, Salman al-Farisi Ra. dan Abu Darda Ra. yang memang sudah begitu seorang Salman al-Farisi, salah seorang sahabat Rasulullah saw berdarah Persia. Sebelum memeluk Islam, ia termasuk bagian dari orang-orang majusi, penyembah api Zoroaster. Namun ketika cahaya Islam menyentuhnya – layaknya para sahabat yang lain – menjadi salah seorang yang militan dan semangat dalam membela ketika Salman al-Farisi tengah gundah gulana, sang arsitek Perang Khandak tersebut tengah mencari jodoh. Mungkin lama sudah ia membujang hingga perlunya ingin segera mengakhiri masa Salman al-Farisi telah lama mengincar salah seorang perempuan salihah yang hendak ia khitbah dalam waktu dekat. Menurur riwayat, perempuan pujaan Salman tersebut adalah gadis Anshor yang merupakan seorang mu’minah nan cantik lagi urusan khitbah bukan permasalahan sepele bagi Salman, ia butuh seorang perantara untuk menyampaikan keinginannya melamar sang pujaan. Terbesitlah salah seorang sahabat karibnya untuk dimintai pertolongan, Abu bukanlah tempat kelahiran dan daerah asal Salman al-Farisi, oleh karenanya ia meminta Abu Darda menjadi perantara prosesi khitbahnya. Keinginnan Salman pun disampaikan ke Abu Darda. “Subhanallah wal Hamdulillah” ucap Abu Darda dengan penuh kegirangan setelah mendengar keinginan sahabatnya Salman yang hendak meminta bantuannya perihal Darda pun tak perlu pikir panjang, dengan senang hati ia membantu hajat sahabatnya tiba waktunya mereka berdua menuju ke rumah gadis anshar yang disukai oleh Salman al-Farisi. Setelah sampai di rumah orang tua fulanah tersebut, Abu Darda bertemu dengan kedua orang tuanya. Tanpa babibu panjang lebar, Abu Darda mengungkapkan perihal maksud kedatangannya.“Saya adalah Abu Darda dan ini adalah saudara saya Salman al-Farisi dari Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia telah memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah Saw. hingga beliau menyebutnya sebagai ahlul bait,” ucap Abu Darda dengan penuh wibawa.“Saya datang ke sini mewakili saudara saya Salman al-Farisi untuk melamar putri Anda”.Ternyata sang gadis telah mendengar sayup-sayup dari bilik rumah perbincangan antara kedua orang tuanya dan Abu Darda. Sang Ayah dari seorang putri yang diidamkan oleh Salman pun mengembalikan semua keputusan pada putrinya, apakah menerima atau sang Ibunda berbicara mewakili putrinya dan takdir Allah berkehendak lain. “Maafkan kami atas keterusterangan ini, putri kami menolak dengan penuh hormat pinangan ananda Salman al-Farisi.”Tak cukup sampai disitu, bak halilintar di siang bolong, Ibu dari sang putri shalihah berucap “Namun jika Saudara Abu Darda memiliki tujuan yang sama, maka putri kami lebih memilih antum sebagai calon suaminya.”Bayangkan jika kita berada di posisi Salman saat itu, apa yang akan kita lakukan mendengar hal tidak demikian dengan Salman al-Farisi, di sinilah letak kemuliaan manusia-manusia hasil didikan Rasulullah Saw. Dengan fasih dan berwibawa ia berujar “Semua mahar dan nafkah yang aku persiapkan ini aku serahkan kepada Abu Darda.”Tak cukup berkata itu, Salman kembali mengucap lantang “Dan aku akan menjadi saksi atas pernikahan kalian”.Kisah tersebut akhirnya termaktub dan mengekal dalam sejarah Islam karena kemuliaan Salman al-Farisi yang tidak menuhankan cinta semata. Bayangkan jika Salman bersikap sebaliknya, berputus asa, galau merana, lari mengambil pisau atau mencari tebing untuk mengakhiri hidupnya, mungkin hanya akan menjadi romansa picisan yang cepat khitbah, nikah dan jodoh adalah satu hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Terlebih di bulan Syawal ini, ratusan jomlo dipastikan melepas masa lajangnya sekaligus masih banyak pula para jomlo yang semakin galau melihat berderet sahabat angkatan gengnya telah dari kisah tersebut tidak semata meneladani kualitas akhlak dan keimanan Salman al-Farisi semata, tentu masih ada hikmah yang lain. Yaitu untuk kaum jomlo biar gak jadi pagar makan tanaman alangkah baiknya pastikan mak comblang’ yang kamu pilih saat melamar si dia tidak lebih keren atau lebih tampan daripada kamu, tidak juga lebih kaya dari kamu, syukur-syukur dia sudah menikah, tentu itu lebih aman. Intinya tetap semangat aja mencari jodoh ya A’lam.
Begituucapan Salman al Farisi. Untuk diketahui, atas ide sahabat Nabi Salman al Farisi lah umat Islam menggali parit pada perang Khandak. Baca juga: Sahabat Nabi, Mushab bin Umair dengan Tenang Menjelaskan Islam kepada Usaid ibn Hudhair yang Marah. Baca juga: Kisah Sahabat Nabi, Mushab bin Umair Duta Islam yang Pertama
KehidupanAwal Salman Al Farisi . Salman Al Farisi dilahirkan di sebuah desa kecil di Persia pada abad ke-6 Masehi. Ayahnya adalah seorang pemimpin desa yang sangat dihormati oleh penduduk setempat. Namun, Salman Al Farisi tidak merasa puas dengan kehidupannya yang nyaman dan mulai mencari jalan untuk mencari kebahagiaan yang lebih besar. KISAHSALMAN AL FARISI DAN ABU DARDA MELAMAR GADIS#islam #faktaunik #kisah #kisahislami #kisahinspiratif #kisahnabi #salmanalfarisi #ambyar #ambyarstorywased SalmanAl Farisi = Muhajirin (orang berhijrah dari Mekah ke Madinah) Abu Darda = Ansar (penduduk Madinah) Salman Al Farisi tiba di Madinah, Abu Darda terima Salman sebagai tetamu. Waktu di rumah Abu Darda, Salman mendapati : 1) Abu Darda puasa sunat, tetapi menjamu dia sebagai tetamunya 2) .
  • v2szrbop1o.pages.dev/120
  • v2szrbop1o.pages.dev/512
  • v2szrbop1o.pages.dev/620
  • v2szrbop1o.pages.dev/791
  • v2szrbop1o.pages.dev/526
  • v2szrbop1o.pages.dev/546
  • v2szrbop1o.pages.dev/229
  • v2szrbop1o.pages.dev/282
  • v2szrbop1o.pages.dev/130
  • v2szrbop1o.pages.dev/65
  • v2szrbop1o.pages.dev/710
  • v2szrbop1o.pages.dev/979
  • v2szrbop1o.pages.dev/621
  • v2szrbop1o.pages.dev/984
  • v2szrbop1o.pages.dev/110
  • kisah salman al farisi dan abu darda